Puter Kayun adalah salah satu tradisi unik yang sampai saat ini masih dilestarikan masyarakat Using di Desa Boyolangu, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi. Puter Kayun merupakan tradisi yang dilakukan setiap tujuh sampai sepuluh hari setelah lebaran Idul Fitri. Tradisi unik ini merupakan napak tilas pembangunan jalan dari Panarukan-Banyuwangi. Napak tilas itu dilakukan dengan menunggang Dokar atau Andong.
Di Boyolangu, tradisi Puter Kayun sudah diwariskan secara turun-temurun. Selain sebagai ungkapan rasa syukur atas rejeki Tuhan, Puter Kayun juga merupakan sebuah tradisi menepati sebuah janji, mereka adalah keturunan Buyut Jaksa atau Ki Martajaya. Konon, Buyut Jaksa yang tinggal di Bukit Silangu adalah seorang yang sangat sakti. Ia adalah orang yang berjasa dalam pembangunan jalan dari Panarukan hingga Banyuwangi di masa Kolonial Belanda. Namu usaha pembuatan jalan tersebut terhenti karena menemui rintangan. Rintangan tersebut adalah bukit batu yang keras dan tebal, sehingga tidak terusik sedikitpun oleh kekuatan manusia. Terlebih lagi dibukit itu diyakini ada kekuatan gaib. Tiap hari korban pun berjatuhan dari pihak Pribumi.
Akhirnya, Schopoff (Residen di Banyuwangi) meminta Mas Alit (Bupati Banyuwangi Pertama) untuk mengatasi hal itu, yang kemudian Mas Alit mengutus Buyut Jaksa untuk membantunya. Buyut Jaksa awalnya menolak tapi akhirnya setuju dengan syarat orang Belanda juga harus ikut kerja rodi. Setelah disetujui, beliaupun memanggil Raja makhluk halus yang berada di sana, karena dia tahu bukit itu dihuni makhluk halus. Raja makhluk halus mau membantu Buyut Jaksa asalkan syarat-syarat yang dia minta dipenuhi. Pertama, harus disisakan sebuah batu didekat pantai sebagai tempat bernaungnya. Kedua, mengadakan selamatan atau ajeg-ajeg. Ketiga, keturunan Buyut Jaksa tiap tahun harus menyempatkan diri mengunjungi Gunung Batu itu agar silahturahmi tidak terputus.
Perjanjian itu disetujui Buyut Jaksa, pembongkaranpun dilakukan. Bukan hanya manusia, makhluk halus juga dikerahkan oleh Raja Jin untuk membantu Buyut Jaksa. Konon, batu yang dulu berdiri ditepi pantai itu (Watudodol) sengaja ditancapkan. Hal itu dapat dilihat dari tekstur batu yang makin kebawah makin mengecil seperti paku. Meski demikian, batu itu tidak bergeser sedikitpun meski pernah ditarik oleh dua kapal.
Setelah berhasil membuka jalan, tiap tahun keturunan Buyut Jaksa selalu mengadakan tradisi Puter Kayun ke batu tersebut hingga sekarang. Waktu yang dipilih biasanya adalah tujuh hari setelah Idul Fitri atau lebaran ketupat, sekaligus sebagai rangkaian bersih desa.
Muncar adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yang terletak di wilayah selatan, jaraknya sekitar 35 kilometer dari kota Banyuwangi. Dengan letak wilayah yang berada di pesisir pantai, tak heran mayoritas penduduk asli daerah ini adalah nelayan. Muncar menjadi pelabuhan besar bagi para nelayan dari Madura, Lombok, Bali, Mandar, serta Using dan nelayan dari Jawa. Bahkan Muncar dikenal sebagai salah satu daerah penghasil ikan terbesar di Indonesia.
Berkaitan dengan mata pencaharian penduduknya sebagai nelayan, masyarakat Muncar menyandarkan kehidupan mereka dari hasil tangkapan laut, karenanya mereka merasa wajib untuk melakukan sedekah laut sebagai bagian mengucap syukur atas berkah laut yang mereka terima. Dari sini lahirlah tradisi petik laut Muncar.
Konon awal mula ritual ini berkaitan dengan kehadiran warga Madura yang dikenal sebagai pelaut. Hal ini ditandai dominannya ornamen suku Madura dalam ritual petik laut, seperti terlihat dari seragam pakaian Sakera, berupa baju hitam dan membawa clurit, simbol warga Madura yang pemberani.
Seragam Sakera tersebut disiapkan khusus untuk upacara dan hanya dipakai sekali demi menjaga kesakralan upacara. Setiap kali petik laut digelar, seragamnya selalu baru. Orang yang berperan sebagai Sakera pun dipilih yang berbadan besar. Penampilannya sangar dan angker, dengan kumis tebal dan gelang besar. Namun Sakera juga diharuskan tampil lucu.
Tak hanya itu, Sakera juga menjadi pengaman jalanya ritual. Mereka selalu berjalan di depan mengawal sesaji dari lokasi upacara ke tengah laut, lalu mengatur warga yang ingin berebut naik perahu.
Sesepuh adat juga mengenakan baju Sakera, serba hitam. Bagian dalam kaus loreng merah putih, memakai udeng batik merah tua.
Petik laut Muncar merupakan ritual tahunan yang diadakan setiap tahun pada bulan Muharam atau Syuro dalam penanggalan Jawa. Waktu pelaksanaan petik laut tiap tahun berubah karena berdasarkan penanggalan Qamariah dan kesepakatan pihak nelayan. Biasanya digelar saat bulan purnama, karena saat itu terjadi air laut pasang sehingga nelayan tidak melaut. Inti ritual petik laut Muncar adalah melarung sesaji ke tengah samudera.
Tujuan utama ritual petik laut adalah untuk untuk memohon berkah rezeki dan keselamatan sekaligus ungkapan syukur atas rahmat Tuhan yang dilimpahkan dalam bentuk hasil penangkapan ikan.
Prosesi Ritual Petik Laut Muncar
Ritual petik laut diawali pembuatan sesaji oleh sang pawang yang merupakan sesepuh nelayan yang merupakan keturunan warga Madura yang sudah ratusan tahun turun-temurun mendiami pelabuhan Muncar. Dengan dibantu masyarakat, mereka menyiapkan segala kelengkapan ritual petik laut.
Sesaji utama pada acara “petik laut” adalah kepala kambing kendit,yaitu kambing dengan warna kepala hitam sedangkan badannya putih. Warna kambing hitam dan putih melambangkan sifat baik dan buruk manusia.
Sementara kepala kambing sengaja dipertahankan utuh dengan isi otaknya lengkap. Untuk sesaji juga diperlukan mata kaki dan darah kambing. Maksudnya, agar nelayan dalam bekerja menggunakan kaki, tangan, dan otak untuk berpikir serta mau bertindak berani dibarengi dengan mata hati,” jelas Aekanu Hariyono dari Dinas Pariwisata Banyuwangi.
Selain kambing, warga juga mempersiapkan aneka sesaji lainnya, seperti ayam jantan hidup, pisang raja, kemenyan berisi kapur, sirih, tembakau, serta beragam jajanan pasar, seperti jenang berwarna-warni, bubur merah-putih, dan biji-bijian. Tidak ketinggalan aneka buah-buahan, umbi-umbian, dan sayur-sayuran, kembang telon, kembang setaman, tebu hitam, serta pohon pisang dengan buahnya.
Bunga-bungaan, seperti bunga mayang yang direndam dalam air di wadah kuali tanah liat dan kendi juga disertakan.
Pisang raja sebagai lambang bahwa nelayan dalam bekerja ibarat jago bertarung yang berani mati, pantang menyerah, dan sebagai raja lautan yang berbantal ombak dan berselimut angin.
Sementara kemenyan yang berisi kapur, sirih, dan tembakau sebagai lambang agar masyarakat ingat pada petuah dan menghormati orang yang lebih tua serta ingat pada leluhurnya.
Ada juga Pancing emas yang disimbolkan sebagai pengingat para nelayan bahwa bekerja di lautan itu nilainya ibarat emas, perlu pengorbanan, demi menghidupi keluarga.
Masih ada lagi, damar kambang, yaitu wadah yang terbuat dari tempurung kelapa yang diisi minyak kelapa sebagai bahan bakarnya sehingga menghasilkan nyala api yang terang dan tenang. Damar kembang mengandung makna lentera dalam kehidupan agar manusia selalu meminta petunjuk dan penerang kepada yang Maha Esa, jelas Aekanu.
Sore hari, setelah semuanya siap, sesaji itu diarak dari rumah pawang menuju tempat githik disiapkan. Sang pawang memimpin arak-arakan sembari berjalan dan menyebarkan beras kuning.
Gitikadalah sebuah perahu kecil sepanjang 5 meter yang disiapkan sebagai perahu sesaji. Gitik ini dibuat seindah mungkin dan mirip kapal yang biasa digunakan nelayan melaut.
Gitik biasanya disiapkan oleh salah seorang tokoh masyarakat yang ditunjuk dalam musyawarah bersama. Semua sesaji ditata, diracik di dalam githik dengan beragam persyaratan. Benda-benda khusus dipilih dan ditambahkan sebagai kelengkapannya.
Pada malam harinya, di tempat githik itu diadakan selamatan, pengajian, dan doa bersama serta dilanjutkan dengan seni mamaca, yaitu membaca dan melagukan syair dari kitab Anbiya yang berisi kisah Nabi Sulaiman dan Nabi Yusuf secara bergantian, sambil tirakatan sampai pagi.
Pada harinya, sejak pagi ratusan nelayan berkumpul di rumah sang pawang. Mereka menggunakan baju khas Madura sambil membawa senjata clurit. Diawali dengan prosesi idher bumi, yakni mengarak githik berisi sesaji keliling kampung sebelum menuju pantai Muncar. Prosesi tersebut dipimpin langsung oleh sang pawang.
Prosesi ider bumi sebelum larung sesaji (sumber : Jalanasyik.wordpress.com)
Dibelakangnya mengikuti kelompok musik modern maupun tradisional. Ada marching band, hadrah kuntulan, dan sekelompok gandrung lengkap dengan alat musiknya mengiringi idher bumi. Para penari gandrung menari di depan githik sebelum arak-arakan idher bumi dilaksanakan. Sepanjang jalan menuju pantai banyak warga yang mengikuti di belakang. Arak-arakan gitik pun berakhir di tempat pelelangan ikan.
Setibanya di tempat pelelangan ikan, sesaji disambut enam penari Gandrung. Setelah doa oleh tokoh agama, sesaji diangkut menuju perahu besar untuk dilarung ke tengah laut. Warga berebut untuk bisa naik perahu pengangkut sesaji. Namun, dengan sigap petugas membatasi penumpang yang ikut ke tengah.
Sebelum diberangkatkan, kepala daerah diwajibkan memasang pancing emas di lidah kepala kambing. Ini simbol permohonan nelayan agar diberi hasil ikan melimpah.
Menjelang tengah hari, iring-iringan perahu bergerak ke laut. Bunyi mesin diesel menderu membelah ombak. Suara gemuruh lewat sound-system menggema di tiap perahu.
Dari kejauhan barisan perahu berukuran besar bergerak kencang. Hiasan umbul-umbul berkibar menambah suasana makin sakral. Begitu padatnya perahu yang bergerak, sehingga beberapa kali tabrakan kecil tak terelakkan.
Iring-iringan perahu jenis slerek mengantar sesaji untuk dilarung di tengah laut (sumber : Blog.goindonesia.com)
Petik laut Muncar 2012, dimeriahkan perahu batik (sumber : Dian Grand, Grup Facebook Banyuwangi Bersatu)
(sumber : Beritadaerah.co.id)
Iring-iringan berakhir di sebuah lokasi berair tenang, dekat semenanjung Sembulungan. Kawasan ini sering disebut Plawangan. Seluruh perahu berhenti sejenak. Dipimpin sesepuh nelayan, sesaji pelan-pelan diturunkan dari perahu. Teriakan syukur menggema begitu sesaji jatuh dan tenggelam ditelan ombak.
Sesaat setelah sesaji tenggelam, para nelayan berebut menceburkan diri ke laut. Mereka berebut mendapatkan hasil bumi pada sesaji. Nelayan juga menyiramkan air yang dilewati sesaji ke seluruh badan perahu. Mereka percaya air ini menjadi pembersih malapetaka dan diberkati ketika melaut nanti.
Dari Plawangan, iring-iringan perahu bergerak menuju Sembulungan untuk berziarah ke makam Sayid Yusuf, orang pertama yang dipercaya membuka daerah tersebut.
Semenanjung Sembulungan (sumber : Deppoyeppoy.blogspot.co.id)
Prosesi belum usai, pawang gandrung pun mengambil alih acara pamungkas. Para penari Gandrung digendong menuruni perahu yang ditumpangi mereka menuju makam leluhur. Mereka akan menari di makam Buyut Gantung dan makam Sayid Yusuf di daratan Semenanjung Sembulungan di dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Para penari itu menari dalam balutan aura ritual pemujaan, memberi hormat dan bersujud di depan pusara nenek moyang dan diakhiri dengan mengelilingi makam sebanyak tiga kali.
Di pantai berpasir putih ini, nelayan kembali melarung sesaji ke dua kalinya. Hanya, jumlahnya lebih sedikit. Sebuah sasaji ditempatkan di nampan bambu dilarung pelan-pelan. Konon ini memberikan persembahan bagi penunggu tanjung Sembulungan.
Ritual diakhiri selamatan bersama. Kemudian dilanjutkan menikmati tarian Gandrung dengan gending-gending klasik suku Using hingga sore hari.
Menurut Aekanu, ada mitos bahwa masyarakat Muncar menyimpan sejarah masa lalu yang unik. Konon, dulu petik laut berfungsi sebagai meruwat laut atau rokat tase yang dilakukan di Semenanjung Sembulungan berada di belantara hutan Alas Purwo yang sangat angker.
Alas Purwo dipercaya sebagai salah satu istana Nyai Roro Kidul (ratu Pantai Selatan) yang sangat erat hubungannya dengan Dewi Sri (dewi padi). Itu sebabnya gandrung selalu disajikan dalam ritual “petik laut” sebagai ikonnya. Hal itu pula yang menyebabkan “petik laut” Muncar berbeda dengan acara “petik laut” lainnya di Nusantara.
Usai berziarah dan berdoa mereka akan kembali ke pelabuhan Muncar dan perahu nelayan yang akan mendarat akan disiram dengan air laut sebagai bentuk keberkahan dari Shang Hyang Iwak sebagai Dewi Laut. Berakhirlah ritual petik laut Muncar sebagai ritual laut terbesar dan termegah di Indonesia dilihat dari jumlah nelayan dan perahu yang terlibat.
Selain di Muncar, nelayan di pantai Grajagan, Pancer, dan Bulusan juga menggelar ritual petik laut pada Muharam.
Pantai Sukamade dikenal sebagai satu dari tiga tujuan wisata utama di Banyuwangi, selain Pantai Plengkung danGunung Ijen. Ketiga tempat wisata ini menjadi andalan sektor pariwisata Banyuwangi, yang dikenal dengan istilahTriangle Diamonds (segitiga berlian). Karena jika ditarik garis lurus yang menghubungkan lokasi ketiga tempat wisata tersebut, maka akan terbentuk sebuah segitiga.
Triangle diamonds
Pada mulanya pantai ini ditemukan oleh Belanda pada tahun 1927. Sukomade merupakan hutan lindung alam di Jawa Timur yang berhubungan dengan penangkaran penyu.Di sini juga terdapat perkebunan karet, kopi dan coklat yang ditanam di areal seluas 1200 hektar. Pantai Sukamade yang lokasinya berada di kawasan Taman Nasional Meru Betiri ini, letaknya searah denganPantai Rajekwesi dan Pantai Teluk Hijau. Jika Anda sudah sampai di Teluk Hijau dan memiliki waktu yang cukup, sayang jika tidak sekalian melanjutkan perjalanan ke Pantai Sukamade. Jaraknya hanya sekitar 15KM lagi. Walau jaraknya relatif dekat, tapi membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk mencapainya, mengingat medan jalannya berbatu dan harus melewati sungai, sangat menjanjikan petualangan yang menantang adrenalin.
Dari pintu gerbang Taman Nasional Meru Betiri, untuk mencapai Pantai Sukamade bisa ditempuh dengan menggunakan mobil dobel gardan, sepeda motor atau … jalan kaki.
Pantai Sukamade adalah satu dari dua lokasi penyu bertelur di Banyuwangi, selain PantaiNgagelan. Mungkin habitat penyu terbesar di Indonesia terdapat di pantai ini. Selama ribuan tahun, Sukamade adalah tempat bertelur penyu-penyu raksasa dari Samudera Hindia dan Pacific. Hal ini tidak lepas dari letak Sukamade yang terpencil, sehingga penyu-penyu bisa bertelur dengan lebih aman, minim gangguan manusia dan habitatnya pun terjaga.
Pada puncaknya, dalam sehari penyu yang mendarat bisa mencapai 80 ekor, mulai dari petang sampai pagi, namun belakangan jumlahnya terus menurun hingga tinggal belasan ekor saja.Salah satu penyebabnya banyaknya kapal-kapal nelayan yang mencari ikan di sekitar Pantai Sukamade memasang lampu yang sangat banyak di kapalnya membuat lokasi perairan menjadi terang.Akibatnya penyu menjadi takut untuk mendarat karena ia tidak suka cahaya. Karena itu di pantai dilarang menyalakan lampu supaya kondisi pantai tetap gelap gulita untuk membuat kondisi sealami mungkin bagi penyu mendarat. Terdapat empat spesies penyu yang bertelur di Pantai Sukamade, yaitu Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Slengkrah (Lepidochelys olivacea), dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriaceae). Dari empat spesies penyu tersebut,Penyu Hijau adalah jenis yang paling banyak dan mudah ditemukan bertelur di Pantai Sukamade. Menurut laporan penelitian WWW (World Wide Fund for Nature), Penyu Hijau yang paling umum bersarang di Sukamade. Karena itu Pantai Sukamade pantas juga disebut sebagai tempat pendaratan penyu hijau terbaik di Indonesia.
PENYU HIJAU
Sesuai namanya, Penyu Hijau (Chelonia mydas) memang berwarna agak hijau pada bagian tubuh, daging, dan lemaknya. Saat dewasa biasanya berukuran rata-rata 100 cm, bahkan ada yang hingga mencapai 250 cm. Saat masih kecil atau anakan, jenis ini merupakan karnivora, tapi saat dewasa dia juga memakan ganggang dan daun-daun vegetasi mangrove/pantai.
Ciri morfologinya antara lain terdapat sepasang sisik prefrontal pada kepala, tempurung berbentuk hati dengan tepi rata dan berwarna hijau coklat dengan bercak coklat tua sampai hitam. Karapas terdiri dari empat pasang costal, lima vertebral dan 12 pasang marginal yang tidak menutupi satu sama lain. Terdapat sepasang kuku pada flipper/dayung depan, kepalanya kecil dan bundar. Keping perisai punggung tukik penyu hijau berwarna hitam, sedangkan bagian ventral berwarna putih.
Penyu Hijau
Penyu Sisik
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) disebut juga Penyu Genteng. Penyu Sisik juga dikenal sebagai Hawksbill turtle karena paruhnya tajam dan menyempit/meruncing dengan rahang yang agak besar mirip paruh burung elang. Demikian pula karena memiliki karapas yang bertumpuk atau tumpang tindih (imbricate) seperti sisik ikan, maka dinamai penyu sisik. Ciri-ciri umum adalah warna karapasnya bervariasi kuning, hitam dan coklat bersih, plastron berwarna kekuning-kuningan. Terdapat dua pasang sisik prefrontal. Penyu Sisik selalu memilih kawasan pantai yang gelap, sunyi dan berpasir untuk bertelur. Paruh penyu sisik agak runcing sehingga memungkinkan mampu menjangkau makanan yang berada di celah-celah karang seperti sponge dan anemon. Mereka juga memakan udang dan cumi-cumi.
Penyu Slengkrah/Lekang
Penyu Slengkrah (Lepidochelys olivacea) disebut juga Penyu Lekang, Penyu Abu-abu atau Penyu Sisik Semu.Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Olive Ridley turtle.Warna karapasnya abu-abu kehijauan, tukik berwarna abu-abu. Penampilan Penyu Slengkrah serupa dengan penyu Hijau tetapi kepalanya secara komparatif lebih besar dan bentuk karapasnya lebih langsing dan besudut. Tubuhnya berwarna Hijau pudar, mempunyai lima buah atau lebih sisik lateral di sisi sampingnya dan merupakan penyu terkecil diantara semua jenis penyu yang ada. Penyu Slengkrah/ Lekang adalah carnivora, ia memakan kepiting, kerang, udang dan kerang remis.
Penyu Belimbing
Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) adalah satu-satunya jenis penyu yang tidak memiliki cangkang/tempurung/karapas yang keras.Ia hanya mempunyai kulit kenyal dengan lima garis bergerigi (ridge) ke arah ekor, sehingga tubuhnya tampak seperti buah belimbing.Karapasnya berbentuk juring-juring seperti buah belimbing, tidak berpetak-petak seperti pada jenis penyu lain. Tubuhnya berwarna hitam dengan berbintik putih. Penyu Belimbing tidak memiliki rahang yang cukup kuat untuk memecahkan biota laut yang keras, karena itu umumnya hanya memakan ubur-ubur saja.Penyu Belimbing memiliki kemampuan menyelam luar biasa hingga kedalaman 1000 meter. Dari keempat jenis penyu tersebut, Penyu Belimbing paling besar ukuran tubuhnya, yaitu bisa mencapai 1,8 meter panjangnya dan berat badan penyu dewasa bisa mencapai 700 kg. Penyu betina yang hendak bertelur akan datang ke daratan dimana dulu pertama kalinya dia dilepas.Penyu betina biasanya bertelur ratusan yang diletakkan di dalam pasir di pantai. Penyu betina mulai mendarat di pantai jam 07.30 malam dan kembali ke laut pada jam 12.00 malam hari. Bulan Nopember hingga maret adalah musim penyu bertelur.
Di Pantai Sukamade ini setiap malam dilakukan patroli dan pengamatan penyu untuk menjaga agar telur penyu aman dari pencurian sekaligus mendata penyu-penyu yang mendarat dan bertelur di patai yang curam dan berombak besar ini. Untuk jenis yang masih muda, biasanya dalam satu kali bertelur mengeluarkan sekitar 50 – 80 butir telur, sedangkan yang sudah dewasa bisa lebih dari 100 butir telur dalam satu malam. Patroli penyu yang dilakukan setiap harinya dibagi menjadi 2 shift yaitu patroli sore/malam dan patroli pagi. Patroli sore/malam dilakukan pada pukul 20.00 – 24.00 WIB sedangkan patroli pagi dilakukan pada pukul 02.00 – 06.00 WIB. Setiap kali patroli dibagi menjadi 2 tim, yaitu tim barat dan tim timur. Tim barat tugasnya menyapu daerah bagian barat yaitu mulai dari sektor 1 hingga sektor 8 sedangkan tim timur bertugas menyapu daerah bagian timur yaitu dari sektor 9 hingga 34 yang daerahnya menyeberang muara sungai. Panjang pantai sukamade ini kurang lebih 2,3 km dengan penandaan 34 sektor tempat pendaratan penyu yang jarak masing masing sektor adalah 100 meter.
PENANGKARAN PENYU
Dahulu habitat penyu di Pantai Sukamade sempat berancam keberadaannya karena diburu oleh masyarakat. Hingga tahun 1979 telur penyu di Sukamade masih diburu oleh para pengumpulnya. Namun, sekarang pengumpulan, pemindahan anakan, dan penangkapan penyu dilarang keras, karena Penyu hijau termasuk satwa yang dilindungi.
Di Sukamade terdapat tempat penangkaran penyu semi alami, dilakukan di kantor resort Sukamade, SPTN 1 Sarongan, Taman Nasional Meru Betiri. Penangkaran itu berukuran 5x12 M dengan dinding yang dibiarkan berlubang agar sirkulasi angin didalam rumah tersebut lancar dan lantainya berupa pasir Pantai Sukamade. antai Sukamade
Pantai Sukamade dikenal sebagai satu dari tiga tujuan wisata utama di Banyuwangi, selain Pantai Plengkung danGunung Ijen. Ketiga tempat wisata ini menjadi andalan sektor pariwisata Banyuwangi, yang dikenal dengan istilahTriangle Diamonds (segitiga berlian). Karena jika ditarik garis lurus yang menghubungkan lokasi ketiga tempat wisata tersebut, maka akan terbentuk sebuah segitiga.
Triangle diamonds
Pada mulanya pantai ini ditemukan oleh Belanda pada tahun 1927. Sukomade merupakan hutan lindung alam di Jawa Timur yang berhubungan dengan penangkaran penyu.Di sini juga terdapat perkebunan karet, kopi dan coklat yang ditanam di areal seluas 1200 hektar. Pantai Sukamade yang lokasinya berada di kawasan Taman Nasional Meru Betiri ini, letaknya searah denganPantai Rajekwesi dan Pantai Teluk Hijau. Jika Anda sudah sampai di Teluk Hijau dan memiliki waktu yang cukup, sayang jika tidak sekalian melanjutkan perjalanan ke Pantai Sukamade. Jaraknya hanya sekitar 15KM lagi. Walau jaraknya relatif dekat, tapi membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk mencapainya, mengingat medan jalannya berbatu dan harus melewati sungai, sangat menjanjikan petualangan yang menantang adrenalin.
Dari pintu gerbang Taman Nasional Meru Betiri, untuk mencapai Pantai Sukamade bisa ditempuh dengan menggunakan mobil dobel gardan, sepeda motor atau … jalan kaki.
Pantai Sukamade adalah satu dari dua lokasi penyu bertelur di Banyuwangi, selain PantaiNgagelan. Mungkin habitat penyu terbesar di Indonesia terdapat di pantai ini. Selama ribuan tahun, Sukamade adalah tempat bertelur penyu-penyu raksasa dari Samudera Hindia dan Pacific. Hal ini tidak lepas dari letak Sukamade yang terpencil, sehingga penyu-penyu bisa bertelur dengan lebih aman, minim gangguan manusia dan habitatnya pun terjaga.
Pada puncaknya, dalam sehari penyu yang mendarat bisa mencapai 80 ekor, mulai dari petang sampai pagi, namun belakangan jumlahnya terus menurun hingga tinggal belasan ekor saja.Salah satu penyebabnya banyaknya kapal-kapal nelayan yang mencari ikan di sekitar Pantai Sukamade memasang lampu yang sangat banyak di kapalnya membuat lokasi perairan menjadi terang.Akibatnya penyu menjadi takut untuk mendarat karena ia tidak suka cahaya. Karena itu di pantai dilarang menyalakan lampu supaya kondisi pantai tetap gelap gulita untuk membuat kondisi sealami mungkin bagi penyu mendarat. Terdapat empat spesies penyu yang bertelur di Pantai Sukamade, yaitu Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Slengkrah (Lepidochelys olivacea), dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriaceae). Dari empat spesies penyu tersebut,Penyu Hijau adalah jenis yang paling banyak dan mudah ditemukan bertelur di Pantai Sukamade. Menurut laporan penelitian WWW (World Wide Fund for Nature), Penyu Hijau yang paling umum bersarang di Sukamade. Karena itu Pantai Sukamade pantas juga disebut sebagai tempat pendaratan penyu hijau terbaik di Indonesia.
PENYU HIJAU
Sesuai namanya, Penyu Hijau (Chelonia mydas) memang berwarna agak hijau pada bagian tubuh, daging, dan lemaknya. Saat dewasa biasanya berukuran rata-rata 100 cm, bahkan ada yang hingga mencapai 250 cm. Saat masih kecil atau anakan, jenis ini merupakan karnivora, tapi saat dewasa dia juga memakan ganggang dan daun-daun vegetasi mangrove/pantai.
Ciri morfologinya antara lain terdapat sepasang sisik prefrontal pada kepala, tempurung berbentuk hati dengan tepi rata dan berwarna hijau coklat dengan bercak coklat tua sampai hitam. Karapas terdiri dari empat pasang costal, lima vertebral dan 12 pasang marginal yang tidak menutupi satu sama lain. Terdapat sepasang kuku pada flipper/dayung depan, kepalanya kecil dan bundar. Keping perisai punggung tukik penyu hijau berwarna hitam, sedangkan bagian ventral berwarna putih.
Penyu Hijau
Penyu Sisik
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) disebut juga Penyu Genteng. Penyu Sisik juga dikenal sebagai Hawksbill turtle karena paruhnya tajam dan menyempit/meruncing dengan rahang yang agak besar mirip paruh burung elang. Demikian pula karena memiliki karapas yang bertumpuk atau tumpang tindih (imbricate) seperti sisik ikan, maka dinamai penyu sisik. Ciri-ciri umum adalah warna karapasnya bervariasi kuning, hitam dan coklat bersih, plastron berwarna kekuning-kuningan. Terdapat dua pasang sisik prefrontal. Penyu Sisik selalu memilih kawasan pantai yang gelap, sunyi dan berpasir untuk bertelur. Paruh penyu sisik agak runcing sehingga memungkinkan mampu menjangkau makanan yang berada di celah-celah karang seperti sponge dan anemon. Mereka juga memakan udang dan cumi-cumi.
Penyu Slengkrah/Lekang
Penyu Slengkrah (Lepidochelys olivacea) disebut juga Penyu Lekang, Penyu Abu-abu atau Penyu Sisik Semu.Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Olive Ridley turtle.Warna karapasnya abu-abu kehijauan, tukik berwarna abu-abu. Penampilan Penyu Slengkrah serupa dengan penyu Hijau tetapi kepalanya secara komparatif lebih besar dan bentuk karapasnya lebih langsing dan besudut. Tubuhnya berwarna Hijau pudar, mempunyai lima buah atau lebih sisik lateral di sisi sampingnya dan merupakan penyu terkecil diantara semua jenis penyu yang ada. Penyu Slengkrah/ Lekang adalah carnivora, ia memakan kepiting, kerang, udang dan kerang remis.
Penyu Belimbing
Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) adalah satu-satunya jenis penyu yang tidak memiliki cangkang/tempurung/karapas yang keras.Ia hanya mempunyai kulit kenyal dengan lima garis bergerigi (ridge) ke arah ekor, sehingga tubuhnya tampak seperti buah belimbing.Karapasnya berbentuk juring-juring seperti buah belimbing, tidak berpetak-petak seperti pada jenis penyu lain. Tubuhnya berwarna hitam dengan berbintik putih. Penyu Belimbing tidak memiliki rahang yang cukup kuat untuk memecahkan biota laut yang keras, karena itu umumnya hanya memakan ubur-ubur saja.Penyu Belimbing memiliki kemampuan menyelam luar biasa hingga kedalaman 1000 meter. Dari keempat jenis penyu tersebut, Penyu Belimbing paling besar ukuran tubuhnya, yaitu bisa mencapai 1,8 meter panjangnya dan berat badan penyu dewasa bisa mencapai 700 kg. Penyu betina yang hendak bertelur akan datang ke daratan dimana dulu pertama kalinya dia dilepas.Penyu betina biasanya bertelur ratusan yang diletakkan di dalam pasir di pantai. Penyu betina mulai mendarat di pantai jam 07.30 malam dan kembali ke laut pada jam 12.00 malam hari. Bulan Nopember hingga maret adalah musim penyu bertelur.
Di Pantai Sukamade ini setiap malam dilakukan patroli dan pengamatan penyu untuk menjaga agar telur penyu aman dari pencurian sekaligus mendata penyu-penyu yang mendarat dan bertelur di patai yang curam dan berombak besar ini. Untuk jenis yang masih muda, biasanya dalam satu kali bertelur mengeluarkan sekitar 50 – 80 butir telur, sedangkan yang sudah dewasa bisa lebih dari 100 butir telur dalam satu malam. Patroli penyu yang dilakukan setiap harinya dibagi menjadi 2 shift yaitu patroli sore/malam dan patroli pagi. Patroli sore/malam dilakukan pada pukul 20.00 – 24.00 WIB sedangkan patroli pagi dilakukan pada pukul 02.00 – 06.00 WIB. Setiap kali patroli dibagi menjadi 2 tim, yaitu tim barat dan tim timur. Tim barat tugasnya menyapu daerah bagian barat yaitu mulai dari sektor 1 hingga sektor 8 sedangkan tim timur bertugas menyapu daerah bagian timur yaitu dari sektor 9 hingga 34 yang daerahnya menyeberang muara sungai. Panjang pantai sukamade ini kurang lebih 2,3 km dengan penandaan 34 sektor tempat pendaratan penyu yang jarak masing masing sektor adalah 100 meter.
PENANGKARAN PENYU
Dahulu habitat penyu di Pantai Sukamade sempat berancam keberadaannya karena diburu oleh masyarakat. Hingga tahun 1979 telur penyu di Sukamade masih diburu oleh para pengumpulnya. Namun, sekarang pengumpulan, pemindahan anakan, dan penangkapan penyu dilarang keras, karena Penyu hijau termasuk satwa yang dilindungi. Di Sukamade terdapat tempat penangkaran penyu semi alami, dilakukan di kantor resort Sukamade, SPTN 1 Sarongan, Taman Nasional Meru Betiri. Penangkaran itu berukuran 5x12 M dengan dinding yang dibiarkan berlubang agar sirkulasi angin didalam rumah tersebut lancar dan lantainya berupa pasir Pantai Sukamade.